Budaya dan Wisata Indonesia
Tampilkan postingan dengan label Sumatera Selatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sumatera Selatan. Tampilkan semua postingan

Danau Pagaralam *Merah

Tampilkan
      Surgaindonesia.com - Danau ini ditemukan pada tahun 2010 oleh masyarakat Pagaralam, Sumatera Selatan, Indonesia. Tidak hanya sebuah danau yang berwarna Merah ini saja yang menjadi ciri khas dari Danau ini, akan tetapi menurut masyarakat sekitar Danau Pagaralam, di sekitar danau ini masih terdapat banyak habitat yang berukuran tidak biasanya, seperti halnya kelabang raksasa, burung raksasa, serta ada pula kerbau yang telinganya dijadikan sarang bagi lebah.

      Menurut penjelasan dari para peneliti maupun pengunjung yang telah melihat danau ini ada banyak keanehan yang ditemui, salah satunya yaitu di sekitar danau ini pada malam hari mengeluarkan aroma Pandan yang cukup menyengat penciuman, padahal disekitar danau ini belum ada seorangpun yang mengaku menemukan sehelaipun daun pandan, serta ada pula keanehan lain di antaranya meskipun air pada danau ini terlihat berwarna merah, akan tetapi ketika air di ambil dengan tangan, gayung maupun ember maka airnya akan terlihat jernih seperti layaknya air danau biasa.

Gending Sriwijaya

Tampilkan
      Tarian Gending Sriwijaya yang seringkali dilihat oleh masyarakat Palembang dan sekitarnya ini memang bisa di bilang sangat dikuatkan oleh masyarakat Sumatera Selatan, tarian ini sering kali kita temukan pada saat adanya kunjungan kunjungan oleh kepala pemerintahan seperti kunjungan Presiden, Mentri, Gubernur, bahkan bupati pun disambut dengan tarian ini ketika ia berkunjung ke daerahnya sendiri.

      Tarian ini populer sejak masa kejayaan Kemaharajaan Sriwijaya yang berada di kota Palembang Sumatera Selatan, tarian ini sengaja ditampilkan pada saat kunjungan tamu-tamu besar karena tarian ini mencerminkan keikhlasan hati dan keramahan serta kebahagian tuan rumah atas kehadiran tamu istimewa tersebut.

      Tari Gending Sriwijaya di lakukan dengan iringan musik yang juga memiliki judul Gending Sriwijaya, tarian ini biasanya digelar oleh 9 (sembilan) orang penari yang cantik dan berbusana adad Aesan gede, selendang mantri, tanggai, paksongkong dan dodot, yang merupakan pemain inti, dan biasanya para penari tersebut dikawal oleh dua orang yang memegang sejata tombak dan payung, serta beberapa orang berada di belakang gelaran tari sebagai pengisi musik dan suara oleh penyanyi pengiring tarian. akan tetapi sangat di sayangkan, keanggotaan dari tarian Gending Sriwijaya biasanya belum lengkap, contoh seperti musik dan penyanyi misalnya, ini juga biasanya hanya dilengkapi dengan suara VCD / Tip recorder.

      Berlangsungnya tarian ini dijalankan dengan adanya iringan musik dan penyanyi, peserta yang membawa payung dan tombak hanya dilibatkan sebagai pengawal bagi penari, sedangkan kesembilan orang yang menari memiliki 1 perwakilan yang membawakan sebuah peti berukuran kecil untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang akan disambut, peti ini biasanya berisi daun sirih serta kelengkapannya yang biasanya digunakan oleh masnyarakat sebagai Nga-ngas (bahasa komering).










Liric dari lagu pengiring tarian gending sriwijaya,
sebuah lagu yang juga memiliki judul "Gending Sriwijaya",
Di kala ku merindukan keluhuran dahulu kala
Kutembangkan nyanyian lagu Gending Sriwijaya
Dalam seni kunikmati lagi zaman bahagia
Kuciptakan kembali dari kandungan Sang Maha Kala
Sriwijaya dengan Asrama Agung Sang Maha Guru
Tutur sabda Dharmapala sakya Khirti dharma khirti
Berkumandang dari puncaknya Siguntang Maha Meru
Menaburkan tuntunan suci Gautama Buddha sakti.

Borobudur candi pusaka zaman Sriwijaya
Saksi luhur berdiri teguh kokoh sepanjang masa
Memahsyurkan Indonesia di benua Asia
Melambangkan keagungan sejarah Nusa dan Bangsa
Taman Sari berjenjangkan emas perlak Sri Kesitra
Dengan kalam pualam bagai di Sorga Indralaya
Taman puji keturunan Maharaja Syailendra
Mendengarkan iramanya lagu Gending Sriwijaya.

Pempek Palembang

Tampilkan
      Empek-Empek atau yang sering kita dengar Pempek adalah makanan khas Palembang. Sulit sebenarnya untuk menyatakan Pempek sebagai makanan khas kota Palembang, karena di setiap pelosok daerah Sumatera Selatan juga banyak yang memproduksinya.

      Pempek biasanya disajikan dengan semangkuk Cuka / Cuko (dari bahasa Palembang), dengan beragam bentuk, nama dan rasanya. yang paling dikenal oleh masyarakat Indonesia yakni pempek kapal selam, disamping keunikan namanya, pempek kapal selam juga berukuran big size / besar, dan rasanyapun tak kalah nikmat sama jenis pempek lainnya. adapun jenis pempek yang paling sering diproduksi oleh masyarakat Sum-Sel yaitu : Pempek lenjer, pempek potong, pempek kriting, pempek bulat (Ada'an), pempek pistel (Dengan potongan pepaya didalamnya), pempek telur, dan tentunya juga pempek Kapal selam.
      Nama Pempek di yakini oleh masyarakat berasal dari sebutan untuk lelaki tua keturunan Cina yaitu "Apek". Jika di tinjau dari sejarahnya, pada tahun 1617 seorang Apek berusia 65 tahun tinggal di daerah perakitan, yaitu daerah pinggiran sungai Musi, disanalah tempat Apek tersebut terinspirasi melihat penangkapan ikan yang sering ia lihat di tepian sungai musi, Apek mencoba untuk mengambil beberapa ekor ikan dan mengolahnya dengan tepung sagu hingga menciptakan makanan baru, nah, nama Pempek sebenarnya dibuat secara spontan oleh masyarakat, karena si Apek yang biasanya berjualan makanan buatannya tersebut berkeliling menggunakan sepeda, ia sering di panggil oleh masyarakat palembang "Peeeek,.... Apeeeek,...." nah dari sinilah di yakini bahwa nama pempek berasal dari nama lelaki tua keturunan cina.
      Awalnya pempek sering dibuat oleh masyarakat dengan ikan Belida, karena semakin langkanya ikan belida dan bahkan ikan tersebut harganya semakin mahal, maka dari pada itu masyarakat mencari alternatif baru dengan menggunakan ikan gabus Mancat (bahasa komering sumatera selatan). Ikan ini lebih mudah untuk didapatkan dari nelayan palembang, dan harganyapun lebih murah, serta tidak kalah gurih dengan pempek yang berasal dari ikan belida.

Sejarah Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat)

Tampilkan
      Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan yang berada di Palembang, ibu kota provinsi Sumatera Selatan, Indonesia, yang menghubungkan antara dua daratan yaitu Seberang ulu dan Ilir. Munculnya ide dalam pembangunan jembatan tersebut yaitu sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi.

      Panjang jembatan ini adalah 1,117m , dengan Lebar jembatan 22m , dan tinggi kurang lebihnya 11,5m dari permukaan air. Jembatan tersebut memiliki bobot sekurangnya 944 Ton. Jembatan Ampera memiliki dua menara yang masing-masing tingginya adalah 63M Dari permukaan tanah. Menara tersebut digunakan sebagai mesin gerek untuk mengangkat bagian tengah pada jembatan ampera ketika ada kapal yang akan melintas.

      Jembatan ini mulai di bangun pada bulan April 1962 setelah mendapat persetujuan dari bapak Presiden RI. Awalnya jembatan ini diberi nama Jembatan Bung Karno, atas penghormatan masyarakat terhadap presiden yang teleh memperjuangkan impian masyarakat Palembang dalam pembangunan jembatan tersebut, Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia tenggara. Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).

Recent Posts Widget | Surga Indonesia
 
Support : Website | Seni | Budaya
Copyright © 2013. Surga Indonesia - All Rights Reserved
Hubungi Kami Admin Surga Indonesia
Didukung Oleh FIKom Universitas Borobudur